Sebagian guru dianggap mutunya rendah. Benarkah demikian? Masalah rendahnya mutu sekolah di Indonesia ini sudah sangat sering dikeluhkan masyarakat.hal ini peranan guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan. Dengan kata lain, rendahnya mutu sekolah di pandang mempunyai kaitan langsung dengan rendahnya mutu guru.Orang tua melihat suatu sekolah terutama dilihat dari mutu gurunya, sebab mutu guru yang rendah menyebabkan mutu sekolah yang rendah pula.Belum tantu dengan adanya sarana dan administrasi yang begitu memadai dapat meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan kesejahteraan (gaji) guru lebih mampu meningkatkan mutu dari pada melalui penyadiaan sarana.di Indonesia bahkan masih banyak sekolah yang kebutuhan minimal sarana pendidikan saja juga belim terpenuhi. Sesungguhnya mutu sekolah bukan saja masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Lantas masalah apa sajakah yang sebenarnya dihadapi oleh negara-negara berkembang? Apakah mutu guru yang rendah termasuk salah satu masalah yang dihadapi? Apakah penyebab mutu guru itu rendah?
Sarana dan fasilitas pendidikan merupakan masalah bagi negara-negara berkembang terutama di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan negara yang rendah tinhkat pendidikannya disbanding negara- negara lain. hal ini dapat disebabkan kurangnya sarana dan fasilitas pendidikan, apalagi masih banyak sekolah yang sarana pendidikannya saja belum terpenuhi. Sarana dan fasilitas dapat menunjang semangat belajar siswa apalagi dizaman yang modern saat ini, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya sarana dan fasilitas yang memadai dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dipastikan apabila sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai akan menciptakan generasi yang lebih berpotensi dan lebih tinggi tingkat pendidikannya. Disamping itu ternyata mutu guru jugu menjadi salah satu unsur yang menentukan munculnya generasi muda yang berprestasi. Dapat dikatakan tinggi rendahnya mutu sekolah juga dilihat dari tinggi rendahnya mutu guru. Dengan adanya sarana yang memadai belum tentu dapat meningkatkan mutu sekolah tanpa adanya mutu guru yang tinggi, karena dengan peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana.
Menyoal adalah mempermasalahkan tentang suatu hal. Dalam konteks ini yang dipermasalahkan adalah guru dan mutu yang seharusnya dimiliki. Guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan tinggi rendahnya mutu sekolah. Dalam kebutuhan minimal sarana dan fasilitas pendidikan yang relatif terpenuhi nampak bahwa investasi biaya pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana. Apabila dilihat dari segi pelaku persoalan mendasar dari mutu pendidikan adalah kesejahteraan guru. Kesejahteraan meliputi aspek material dan nonmaterial. Nonmaterial misalnya kemudahan naik pangkat, suasana kerja yang sejuk dan perlundungan hukum. Adapun yang termasuk kesejahteraan material adalah gaji, tunjangan dan insentif lainnya. Aspek material khususnya gaji yang harus secara jujur diakui masih sangat minim. Selama ini banyak guru yang mengeluhkan gaji yang terlalu rendah. Hal ini merupakan salah satu alasan kurang optimalnya kinerja guru dalam memberikan suatu pengajaran. Suatu ironi memang, ketika semua pihak berusaha memajukan pendidikan, gaji guru justru menjadi faktor penghambat utama kemajuan tersebut. Alokasi anggaran sebesar 20% pun bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Ketika banyak kebutuhan yang harus dipenuhi maka anggaran sebesar itu akan dianggap sebagai suatu kesia-siaan belaka. Satu hal yang luput ketika membicarakan mutu guru adalah kualitas yang dimiliki. Ketika kurangnya gaji begitu dipermasalahkan maka kualitas yang sesuai untuk mendapatkan gaji kurang diperhatikan.
Kenaikan gaji cenderung hanya upaya mengimbangi laju inflasi. akibatnya secara riil daya beli para guru umumnya tidak banyak meningkat. Walaupun secara langsung tidak berpengaruh terhadap kualitas guru, tetapi gaji guru dan mutu pendidikan memang tidak terpisahkan. Dinegara-negara lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, misal Malaysia, mengajarkan bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari imbalan. Makin tinggi imbalan maka makin tinggi kesungguhan, komitmen dan prodiktivitas karja serta makin kecil kemungkinan adanya indisipliner (tindakan tidak taat dengan peraturan yang ada). Belajar dari negara-negara yang tinggi tingkat pendidikannya itulah disediakan sekitar seperempat lebih anggaran untuk sektor pendidikan dan dari jumlah itu sebagian besar adalah untuk kesejahteraan guru. Jika gaji guru meningkat maka akan meningkatkan pula status guru, sehingga mampu menarik calon-calon guru yang berkualitas.
Lembaga pendidikan guru bukanlah idola calon mahasiswa atau orangtua, sebab dalam masyarakat yang cenderung melihat kemampuan ekonomi sebagai ukuran status sosial status guru diamggap “kurang baik” karena pendapatannya rendah. Karena itu jabatan guru tidak menarik minat banyak orang dan jiga tidak menarik bagi para putra-putri terbaik bangsa. Adanya kesempatan untuk menjadi guru yang sempit karena lembaga-lembaga pendidikan justru lebih mengangkat lulusan fakultas murni lantaran kemampuannya dianggap lebih menyebabkan kualitas dan kuantitas yang masuk lembaga pendidikaan guru juga merosot. Konsekuensinya mutu lulusan atau calon guru yang dihasilkan merosot pula, akibatnya mutu pendidikan akan terus merosot pula. Melihat kondisi pendidikan saat ini tidak banyak yang dilakukan dalam usaha menarik minat calon bermutu memasuki lembaga pendidikan guru selama faktor status guru tidak dapat diubah atau diperbaiki. Menaikkan pandangan terhadap profesi guru amat terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah, Mengingat pada waktu ini sekolah terutama dikelola oleh pemerintah. Barangkali anggapan-anggapan yang kurang menguntungkan bagi pendidikan guru seperti diatas yang menyebabkan calon guru kurang memiliki motivasi yang kuat.
Lebih parah lagi, sebagian yang dididik sebagai calon guru sekarang sebenarnya tidak ingin menjadi guru oleh karena mereka tahu bahwa profesi guru tidak memberikan kesempatan kepaada mereka untuk menjadi pemimpin, memperoleh harta kekayaan yang banyak, kekuasaan yang cukup, atau pengaruh yang luas. Oleh karena itu sampai saat ini profesi guru dirasa sebagai kerja paksa artinya terpaksa jadi guru karena bidang lain tidak bisa menampungnya, tetapi kerja paksa juga dapat diartikan kerja keras tetapi gajinya kecil. Dimasyarakat yang lebih mementingkan pada pemenuhan kebutuhan materi kedudukan atau pekerjaan guru kurang memperoleh nilai tinggi, sebab walaupun tugas guru itu mulia namun tidak memberi keuntungan materi. Berdasarkan kondisi tersebut maka agaknya repot bagi pendidikan guru untuk menangkis serangan atau kritik tentang mutu lulusannya.Masyarakat mengeluh anak-anaknya diajar oleh guru yang kurang bermutu disisi lain dikhawatirkan semakin merosotnya minat calon mahasiswa yang ingin menjadi guru. Keluhan masyarakat dan kekhawatiran tersebut pada akhirnya dialamatkan kepada pemerintah juga.
Selain faktor individu dan pendidikannya, sarana dan prasarana yang disediakan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan baik termasuk sekolah negeri dan swasta tampaknya perlu mendapat perhatian lebih. Saat ini sekolah-sekolah yang ada masih kurang memperhatikan kelayakan sarana dan prasarana yang dimilikinya. Memang tidak semua kebutuhan harus terpenuhi. Semua itu tergatung dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, ketersediaan sarana dan prasarana tiap-tiap sekolah tidak dapat disamaratakan. Namun, untuk pendukung kegiatan belajar-mengajar yang bersifat dasar hendaknya tersedia dengan memadai. Hal ini diperlukan agar aktifitas belajar mengajar dapat berjalan sesuai harapan, sehinga kinerja guru akan lebih optimal.
Memang merupakan suatu dilema dan sangat ironis. Saat kita harus berbicara tentang kualitas pengajar maka sarana dan prasarana menjadi hal yang memegang peranan yang sangat penting. Ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Ketika kualitas guru yang ada baik, sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Sebaliknya, ada sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai namun guru yang bersangkutan tidak memanfaatkannya. Entah karena tidak mau atau karena tidak memiliki kemampuan. Hal inilah yang seharusnya mulai disikapi oleh kalangan pendidikan sendiri.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini memang sudah banyak kebijakan dan strategi untuk memperbaiki mutu sekolah namun hasilnya belum optimal. Jadi sejauh gaji guru masih relatife rendah tampaknya tidak mudah meningkatkan mutu pendidikan. Disitulah titik kelemahan pendidikan di Indonesia, sehingga mutu sekolah sulit ditingkatkan. Oleh sebab itu jika Indonesia benar-benar ingin meningkatkan mutu sekolah, maka sistem penggajian guru secepatnya diperbaiki.
Rendahnya gaji guru saat ini sering disebut sebagai faktor utama penyebab turunnya mutu pendidikan. Namun, benarkah hal itu yang terjadi. Saat ini kita juga harus mulai mempertanyakan kualitas guru secara keseluruhan. Apakah sudah menjadi seorang guru yang profesional ataukah hanya bekerja demi uang. Apakah guru saat ini bekerja dengan menggunakan prinsip do it atau hanya berorientasi pada duit. Itu yang harus kita perrtanyakan. Ketika guru hanya mementingkan duit maka profesi guru hanya dianggap suatu pekerjaan untuk menopang hidup. Guru tidak dianggap sebagai suatu profesi mulia yang akan mendidik generasi penerus bangsa. Sebaliknya, dengan do it maka guru akan memuliakan profesinya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Banyak hal selain mengajar yang dapat dilakukan guru untuk mendapat sumber dana. Salah satunya dengan mengadakan penelitian. Di Indonesia masih sangat sedikit guru yang dengan inisiatif sendiri melakuakan penelitian yang berkaitan dengan profesinya. Rata-rata guru hanya mengandalkan gaji yang diterima sebagai sumber pengahasilan. Pola pikir seperti inilah yang harus mulai dirombak untuk mengembangkan pendidikan kita saat ini.
Wiharyanto, A. Kardiyat, 27 Agustus 2005,“Menyoal Guru dan Mutu Guru”, Opini, Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
Sarana dan fasilitas pendidikan merupakan masalah bagi negara-negara berkembang terutama di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan negara yang rendah tinhkat pendidikannya disbanding negara- negara lain. hal ini dapat disebabkan kurangnya sarana dan fasilitas pendidikan, apalagi masih banyak sekolah yang sarana pendidikannya saja belum terpenuhi. Sarana dan fasilitas dapat menunjang semangat belajar siswa apalagi dizaman yang modern saat ini, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya sarana dan fasilitas yang memadai dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dipastikan apabila sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai akan menciptakan generasi yang lebih berpotensi dan lebih tinggi tingkat pendidikannya. Disamping itu ternyata mutu guru jugu menjadi salah satu unsur yang menentukan munculnya generasi muda yang berprestasi. Dapat dikatakan tinggi rendahnya mutu sekolah juga dilihat dari tinggi rendahnya mutu guru. Dengan adanya sarana yang memadai belum tentu dapat meningkatkan mutu sekolah tanpa adanya mutu guru yang tinggi, karena dengan peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana.
Menyoal adalah mempermasalahkan tentang suatu hal. Dalam konteks ini yang dipermasalahkan adalah guru dan mutu yang seharusnya dimiliki. Guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan tinggi rendahnya mutu sekolah. Dalam kebutuhan minimal sarana dan fasilitas pendidikan yang relatif terpenuhi nampak bahwa investasi biaya pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana. Apabila dilihat dari segi pelaku persoalan mendasar dari mutu pendidikan adalah kesejahteraan guru. Kesejahteraan meliputi aspek material dan nonmaterial. Nonmaterial misalnya kemudahan naik pangkat, suasana kerja yang sejuk dan perlundungan hukum. Adapun yang termasuk kesejahteraan material adalah gaji, tunjangan dan insentif lainnya. Aspek material khususnya gaji yang harus secara jujur diakui masih sangat minim. Selama ini banyak guru yang mengeluhkan gaji yang terlalu rendah. Hal ini merupakan salah satu alasan kurang optimalnya kinerja guru dalam memberikan suatu pengajaran. Suatu ironi memang, ketika semua pihak berusaha memajukan pendidikan, gaji guru justru menjadi faktor penghambat utama kemajuan tersebut. Alokasi anggaran sebesar 20% pun bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Ketika banyak kebutuhan yang harus dipenuhi maka anggaran sebesar itu akan dianggap sebagai suatu kesia-siaan belaka. Satu hal yang luput ketika membicarakan mutu guru adalah kualitas yang dimiliki. Ketika kurangnya gaji begitu dipermasalahkan maka kualitas yang sesuai untuk mendapatkan gaji kurang diperhatikan.
Kenaikan gaji cenderung hanya upaya mengimbangi laju inflasi. akibatnya secara riil daya beli para guru umumnya tidak banyak meningkat. Walaupun secara langsung tidak berpengaruh terhadap kualitas guru, tetapi gaji guru dan mutu pendidikan memang tidak terpisahkan. Dinegara-negara lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, misal Malaysia, mengajarkan bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari imbalan. Makin tinggi imbalan maka makin tinggi kesungguhan, komitmen dan prodiktivitas karja serta makin kecil kemungkinan adanya indisipliner (tindakan tidak taat dengan peraturan yang ada). Belajar dari negara-negara yang tinggi tingkat pendidikannya itulah disediakan sekitar seperempat lebih anggaran untuk sektor pendidikan dan dari jumlah itu sebagian besar adalah untuk kesejahteraan guru. Jika gaji guru meningkat maka akan meningkatkan pula status guru, sehingga mampu menarik calon-calon guru yang berkualitas.
Lembaga pendidikan guru bukanlah idola calon mahasiswa atau orangtua, sebab dalam masyarakat yang cenderung melihat kemampuan ekonomi sebagai ukuran status sosial status guru diamggap “kurang baik” karena pendapatannya rendah. Karena itu jabatan guru tidak menarik minat banyak orang dan jiga tidak menarik bagi para putra-putri terbaik bangsa. Adanya kesempatan untuk menjadi guru yang sempit karena lembaga-lembaga pendidikan justru lebih mengangkat lulusan fakultas murni lantaran kemampuannya dianggap lebih menyebabkan kualitas dan kuantitas yang masuk lembaga pendidikaan guru juga merosot. Konsekuensinya mutu lulusan atau calon guru yang dihasilkan merosot pula, akibatnya mutu pendidikan akan terus merosot pula. Melihat kondisi pendidikan saat ini tidak banyak yang dilakukan dalam usaha menarik minat calon bermutu memasuki lembaga pendidikan guru selama faktor status guru tidak dapat diubah atau diperbaiki. Menaikkan pandangan terhadap profesi guru amat terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah, Mengingat pada waktu ini sekolah terutama dikelola oleh pemerintah. Barangkali anggapan-anggapan yang kurang menguntungkan bagi pendidikan guru seperti diatas yang menyebabkan calon guru kurang memiliki motivasi yang kuat.
Lebih parah lagi, sebagian yang dididik sebagai calon guru sekarang sebenarnya tidak ingin menjadi guru oleh karena mereka tahu bahwa profesi guru tidak memberikan kesempatan kepaada mereka untuk menjadi pemimpin, memperoleh harta kekayaan yang banyak, kekuasaan yang cukup, atau pengaruh yang luas. Oleh karena itu sampai saat ini profesi guru dirasa sebagai kerja paksa artinya terpaksa jadi guru karena bidang lain tidak bisa menampungnya, tetapi kerja paksa juga dapat diartikan kerja keras tetapi gajinya kecil. Dimasyarakat yang lebih mementingkan pada pemenuhan kebutuhan materi kedudukan atau pekerjaan guru kurang memperoleh nilai tinggi, sebab walaupun tugas guru itu mulia namun tidak memberi keuntungan materi. Berdasarkan kondisi tersebut maka agaknya repot bagi pendidikan guru untuk menangkis serangan atau kritik tentang mutu lulusannya.Masyarakat mengeluh anak-anaknya diajar oleh guru yang kurang bermutu disisi lain dikhawatirkan semakin merosotnya minat calon mahasiswa yang ingin menjadi guru. Keluhan masyarakat dan kekhawatiran tersebut pada akhirnya dialamatkan kepada pemerintah juga.
Selain faktor individu dan pendidikannya, sarana dan prasarana yang disediakan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan baik termasuk sekolah negeri dan swasta tampaknya perlu mendapat perhatian lebih. Saat ini sekolah-sekolah yang ada masih kurang memperhatikan kelayakan sarana dan prasarana yang dimilikinya. Memang tidak semua kebutuhan harus terpenuhi. Semua itu tergatung dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, ketersediaan sarana dan prasarana tiap-tiap sekolah tidak dapat disamaratakan. Namun, untuk pendukung kegiatan belajar-mengajar yang bersifat dasar hendaknya tersedia dengan memadai. Hal ini diperlukan agar aktifitas belajar mengajar dapat berjalan sesuai harapan, sehinga kinerja guru akan lebih optimal.
Memang merupakan suatu dilema dan sangat ironis. Saat kita harus berbicara tentang kualitas pengajar maka sarana dan prasarana menjadi hal yang memegang peranan yang sangat penting. Ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Ketika kualitas guru yang ada baik, sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Sebaliknya, ada sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai namun guru yang bersangkutan tidak memanfaatkannya. Entah karena tidak mau atau karena tidak memiliki kemampuan. Hal inilah yang seharusnya mulai disikapi oleh kalangan pendidikan sendiri.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini memang sudah banyak kebijakan dan strategi untuk memperbaiki mutu sekolah namun hasilnya belum optimal. Jadi sejauh gaji guru masih relatife rendah tampaknya tidak mudah meningkatkan mutu pendidikan. Disitulah titik kelemahan pendidikan di Indonesia, sehingga mutu sekolah sulit ditingkatkan. Oleh sebab itu jika Indonesia benar-benar ingin meningkatkan mutu sekolah, maka sistem penggajian guru secepatnya diperbaiki.
Rendahnya gaji guru saat ini sering disebut sebagai faktor utama penyebab turunnya mutu pendidikan. Namun, benarkah hal itu yang terjadi. Saat ini kita juga harus mulai mempertanyakan kualitas guru secara keseluruhan. Apakah sudah menjadi seorang guru yang profesional ataukah hanya bekerja demi uang. Apakah guru saat ini bekerja dengan menggunakan prinsip do it atau hanya berorientasi pada duit. Itu yang harus kita perrtanyakan. Ketika guru hanya mementingkan duit maka profesi guru hanya dianggap suatu pekerjaan untuk menopang hidup. Guru tidak dianggap sebagai suatu profesi mulia yang akan mendidik generasi penerus bangsa. Sebaliknya, dengan do it maka guru akan memuliakan profesinya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Banyak hal selain mengajar yang dapat dilakukan guru untuk mendapat sumber dana. Salah satunya dengan mengadakan penelitian. Di Indonesia masih sangat sedikit guru yang dengan inisiatif sendiri melakuakan penelitian yang berkaitan dengan profesinya. Rata-rata guru hanya mengandalkan gaji yang diterima sebagai sumber pengahasilan. Pola pikir seperti inilah yang harus mulai dirombak untuk mengembangkan pendidikan kita saat ini.
Wiharyanto, A. Kardiyat, 27 Agustus 2005,“Menyoal Guru dan Mutu Guru”, Opini, Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar