Minggu, 12 Agustus 2007

Pendidikan Yang Tertindas

“Berkaca pada pendidikan umum yang terdapat di Indonesia”
Banyak sekali teori tentang pendidikan yang diajarkan bagi calon guru yang sedang menempuh ilmu pada perguruan tinggi. Teori-teori yang dipelajari hampir semua mengacu pada interaksi antara pendidik dan peserta didik. Bukan hanya itu, tapi, perkembangan peserta didik juga mendapat sorotan dari hampir keseluruhan teori yang diajarkan. Bahkan dalam tujuan pendidikan nasional indonsia sendiri menurut UU no 20 tahun 2003, “ Bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kenyataannya hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Penyebabnya adalah kebiasaan meniru yang yang sudah mengakar pada budaya pengajaran itu sendiri. Guru-guru yang ada saat ini banyak yang merupakan guru-guru lama. Sistem lama dan undang-undang yang pada masa mereka kuliah diterapkan saat ini sudah mengalami banyak perubahan. Sayangnya perubahan-perubahan itu mendapat respon yang kurang bagus sehingga perkembangan metode mengajar mereka tidak mengikuti alur yang ada. Salah satu penyebab yang dikeluhkan sejak dahulu adalah perubahan sistem hampir setiap pergantian Mendiknas. Perubahan dan penyempurnaan sistem yang ada dianggap telah menyimpang terlalu jauh dari sistem yang sebelumnya. Oleh sebab itu, para guru di tingkat pelaksana lebih suka menggunakan cara mengajar mereka sendiri. Metode mengajar yang demikian merupakan adopsi dari cara mengajar guru mereka sendiri yang diterima ketika mereka menempuh pendidikan. Sedangkan cara guru mereka itu disinyalir merupakan metode mengajar jaman kolonial Belanda. Inilah mengapa sistem pendidikan saat ini masih terkait dengan model pendidikan yang diterapkan ketika jaman penjajahan dahulu.
Setelah kita tahu bahwa model pembelajaran saat ini masih berkaitan dengan model pembelajaran jaman penjajahan, kita lihat proses pembelajarannya. Ketika masa penjajahan, bangsa Indonesia dituntut untuk menyediakan tenaga terampil. Hal ini menimbulkan masalah jika masih terus diterapkan. Saat ini, kita dituntut untuk memiliki keahlian yang dapat bersaing dengan pasar internasional. Dengan sistem pendidikan yang ada, kita hanya dapat menghasilkan tenaga terampil namun berada dalam kelas pekerja terendah. Jika dibiarkan, selamanya kita hanya bisa mengekspor buruh-buruh kasar demi memenuhi kebutuhan tenaga kerja di pasaran. Selamanya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang hanya diperbudak oleh orang lain. Hal ini harus mulai di sadari oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Sudah bukan masanya kita mendidik dengan multipel skilled oriented. Saat ini, kita harus mulai terfokus pada pendidikan specific ability oriented yang dapat memenuhi standar internasional. Jadi setiap individu harus diberi bekal khusus yang akan memberinya keleluasaan berkreasi dibidangnya. Nantinya kemampuan inilah yang akan membedakan individu dengan individu yang lain. Jika dahulu seorang montir mobil dapat memperbaiki seluruh bagian dari mobil namun tidak menyeluruh. Saat ini kita harus berfikir bagaimana mendidik seorang montir yang mengetahui seluruh bagian dari mobil namun memiliki keahlian khusus pada bagian tertentu. Contohnya, seorang mekanik tahu seluruh bagian dari mobil namun dai memiliki spesialisasi pada bagian engine tune up. Sedangkan jika ada masalah selain itu dia harus menyerahkan pada mekanik lain yang memiliki spesialisasi pada komponen itu. Hal ini juga harus mulai diterapkan pada tingkat pendidikan dasar. Terutama pada sekolah dasar. Jika selama ini satu kelas hanya diajar oleh seorang guru maka kebiasaan ini harus mulai dirubah. Sebagaimana diterapkan pada sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.
Beberapa waktu yang lalu berdiri sekolah anti korupsi. Mengapa sekolah anti korupsi? Karena sekolah merupakan tempat pertama kita belajar untuk melakukan korupsi. Bukan hanya siswa tetapi guru. Mengapa demikian? Secara sadar atau tidak, kita melatih diri kita untuk korupsi dengan kebiasaan masuk telat dan keluar kelas lebih awal. Ketika hal-hal ringan seperti itu telah menjadi kebiasaan maka akan berubah menjadi sikap mental. Akibatnya, sikap ini akan merambah bidang kehidupan kita yang lain bukan hanya dikelas. Ketika suatu saat kita diberi kepercayaan maka kita sedikit demi sedikit berproses untuk mengambil apa yang bukan hak kita. Mulai dari waktu sampai akhirnya ke materi. Proses seperti saat kita di kelas tadi akan berulang kembali. Hal ini akan menjadi suatu kebiasaan yang dianggap wajar dan tidak menimbulkan masalah.
Kita harus mulai menyadari bahwa pendidikan di Indonesia ini merupakan pendidikan yang terlindas. Sistem yang ada hanya mengakomodir kepentingan pasar yang meminta tenaga terampil. Sebaliknya, baik tenaga ahli maupun proses untuk menjadikan tenaga terampil itu sendiri terabaikan. Tenaga ahli dengan keahlian khususnya justru kurang diakomodir kesempatan berusahanya. Standar gaji yang tinggi menjadi alasan bagi banyak pihak untuk lebih memilih tenaga terampil denagn pendidikan rendah. Sedangkan tenaga ahli sengaja didatangkan dari luar negeri. Proses untuk menjadikan tenaga terampil itu sendiri tidak kalah terabaikannya. Banyak anak usia sekolah yang karena mahalnya biaya pendidikan terpaksa memendam keinginan untuk sekolah. Mereka biasanya akan berakhir menjadi anak jalanan atau pekerja kasar tingkat paling rendah. Untuk itulah diperlukan kepedulian dari pemerintah maupun pihak-pihak yang membutuhkan tenaga kerja terdidik maupun terampil untuk mengembangkan sumberdaya yang ada namun terbengkalai ini.

Tidak ada komentar: